Komisi VII DPR Prihatin Maluku Dijatahi BBM 1 Persen

04-11-2011 / KOMISI VII

 

Komisi VII DPR merasa prihatin Provinsi Maluku dijatahi BBM 1 persen dari kuota nasional karena 90 persen wilayahnya adalah laut.

“Saya merasa sedih Provinsi Maluku dijatahi BBM 1 persen dari kuota nasional,” kata Daryatmo Mardiyanto dari F-PDI Perjuangan saat berdialog dengan Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu dalam rangka kunjungan kerja Komisi VII DPR ke Provinsi Maluku, Senin (31/10).

Menurut Daryatmo, memang tidak pernah ada data yang sama antara Pemda, BPH Migas dan Pertamina serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Saya sampai binggung, koq bisa data ini dimanipulasi seperti ini,” herannya. Jadi kalau ada data yang sama kami berharap menjadi pegangan bagi Pemda untuk data yang standar tentang nelayan, budidaya ikan maupun transportasi laut bagi daerah ini, tambahnya.

Karena, lanjutnya, Kementerian ESDM sebelumnya menyebutkan dengan amat sangat pasti bahwa harga BBM di Papua sampai ke puncak gunung harganya Rp 4.500,-/liter. Kenapa harga bensin di kabupaten Maluku Barat Daya mencapai Rp 20.000,-/liter, kata Daryatmo dengan rasa heran. “Berarti Kementerian ESDM berbohong, karena mengatakan di seluruh wilayah harga BBM Rp 4.500,-/liter,” tegasnya.

Daryatmo menambahkan, UU No.22 Tahun 2011 tentang Minyak dan Gas Bumi menegaskan bahwa pemerintah wajib menjamin ketersediaan energi sebagai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Karenanya kalau ada harga BBM yang berbeda itu amat menyakitkan, tambahnya.

Untuk itu, saya dapat diberikan angka finalisasi yang tepat atas sebuah data yang standar tentang nelayan, budidaya ikan maupun transportasi laut yang memerlukan bahan bakar solar itu supaya jelas, dan disitulah kita bisa menelusuri masalah ini. “Nanti setelah pulang dari Maluku, Komisi VII akan memperdalam masalah ini dan akan kita kejar habis, jangan sampai orang paling timur justru paling menderita. Salah-salah nanti Maluku lepas juga dari NKRI, tapi kami tidak menginginkan untuk itu, karena kami cinta Maluku,” himbunya.     

Sementara Gubernur Provinsi Maluku, Karel Albert Ralahalu juga merasa heran dengan sikap pemerintah pusat. Betapa tidak, Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk Provinsi Maluku hanya dijatahi 1 persen dari kuota nasional. “Saya baru tahu hari ini bahwa kita di Maluku hanya mendapatkan jatah minyak 1 persen dari kuota nasional,” ujar Karel. Jatah BBM yang hanya 1 persen untuk Provinsi Maluku dari kuota nasional terungkap saat PT. Pertamina menyampaikan hal itu dalam pertemuan tersebut.

Karel mengatakan, jatah ini sangat tidak masuk akal bila dibandingkan dengan wilayah Maluku. Karena, lanjutnya, di Maluku ada ratusan kapal ikan yang melakukan operasi. “Coba kita lihat di laut Arafura, laut Banda, berapa banyak kapal yang beroperasi, terus dari mana mereka memperoleh jatah BBM,” tegasnya.

Menurutnya, jatah 1 persen dari total minyak nasional untuk Provinsi Maluku tidak cukup untuk Maluku. Apalagi wilayah Maluku terdiri dari pulau-pulau yang membutuhkan banyak BBM. “Berapa banyak kapal ikan yang melayari laut di Maluku, itu ‘kan membutuhkan BBM yang tidak sedikit jumlahnya,” paparnya.

Ia berjanji dalam waktu dekat akan memperjuangkan jatah BBM untuk Maluku di pemerintah pusat, terutama Pertamina untuk dinaikan. “Kita akan perjuangkan jatah untuk Maluku. Masa jatah Maluku hanya 1 persen dari total kuota BBM nasional. Ini ‘kan sangat tidak masuk akal,” jelas Karel dengan rasa keheranannya.

Sementara Ketua Komisi B DPRD Maluku, Melky L. Frans meminta kepada Pertamina untuk melakukan distribusi bahan bakar secara merata di seluruh kabupaten/kota di Maluku. Akibat pendistribusian yang tidak merata membuat sejumlah kabupaten/kota di Maluku mengalami kekurangan jatah BBM. Coba bayangkan, kata Melky, harga bensin di kabupaten Maluku Barat Daya mencapai Rp 20.000,-/liter. “Ini ‘kan sangat menyengsarakan rakyat,” tegasnya.

Bahkan, lanjutnya, untuk mendistribusikan BBM ke kabupaten/kota di Maluku, masyarakat atau pengusaha harus menggunakan kapal-kapal penumpang yang resikonya cukup berat untuk keselamatan kapal dan penumpangnya.

“Kami sudah bertemu dengan BP Migas meminta perhatian mereka terkait dengan distribusi BBM di Maluku. Distribusinya harus merata dan harus menggunakan sarana transportasi yang layak, sehingga tidak berpengaruh terhadap harga jual,” himbuhnya.

Ia mengusulkan kepada Komisi VII agar ada penambahan kuota bagi daerah Maluku dan perbesar BBM bersubsidi. Karena minyak di daerah perbatasan Maluku Barat Daya yang pulau-pulau kecil itu harganya di atas Rp 20.000,-/liter, itu pun untuk mendapatkannya juga sangat sulit. “Ini ‘kan ironis sekali dengan masyarakat disana yang sudah miskin sulit pula untuk mendapatkan minyak,” tuturnya.(iw)/foto:iw/parle.

BERITA TERKAIT
Program MBG Diluncurkan: Semua Diundang Berpartisipasi
06-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Gizi Nasional dijadwalkan akan meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hari ini, Senin, 6 Januari 2025....
Komisi VII: Kebijakan Penghapusan Utang 67 Ribu UMKM di Bank BUMN Perlu Hati-Hati
04-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyoroti rencana pemerintah yang akan menghapus utang 67 ribu...
Pemerintah Diminta Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM dan Ekonomi Kreatif Indonesia
03-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini dituntut untuk menata dan...
Dina Lorenza Dukung Kenaikan PPN: Harus Tetap Lindungi Masyarakat Menengah ke Bawah
24-12-2024 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Dina Lorenza mendukung rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen...